Minggu, 15 Februari 2015

Evaluasi Psikomotorik PAI


 
A.  Pengertian Evaluasi Psikomotorik PAI
Evaluasi adalah proses sistematika dan sistematik, mengumpulkan data atau informasi, menganalisis dan selanjutnya menarik kesimpulan tentang tingkat pencapaian hasil dan tingkat efektifitas serta efesiensi suatu program pendidikan.[1] Menurut Sidney P. Collins, menilai (evaluasi), "Evaluation is the process of making judgments".[2] Artinya evaluasi atau menilai adalah proses pembuatan keputusan, dimulai dengan pengumpulan data-data dan informasi dan akhirnya dibuat suatu kesimpulan. Pendapat lain mengatakan bahwa Evaluasi adalah proses pemberian nilai terhadap hasil–hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu.[3]
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa objek yang dinilai adalah hasil belajar siswa yang berupa perubahan tingkah laku baik bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kata "psikomotorik" berhubungan dengan kata "motor", sensory motor atau perceptual motor. Hal ini berhubungan erat dengan kerja otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh dan bagian-bagiannya.[4] Definisi lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kategori kemampuan psikomotorik. adalah kemampuan yang menyangkut kegiatan otot dan kegiatan fisik. Jadi tekanan kemampuan yang menyangkut penguasan tubuh dan gerak. Penguasaan kemampuan ini meliputi gerakan anggota tubuh yang memerlukan koordinasi syarat otot yang sederhana dan bersifat kasar menuju gerakan yang menurut koordinasi syarat otot yang lebih kompleks dan bersifat lancar.[5]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aspek psikomotorik dalam taksonomi pengajaran adalah lebih mengorentasikan pada proses tingkah laku atau pelaksanaan, di mana sebagai fungsinya adalah untuk meneruskan nilai yang didapat lewat kognitif, dan diinternalisasikan lewat afektif sehingga mengorganisasikan dan diaplikasikan dalam bentuk nyata oleh domain psikomotorik. Evaluasi aspek psikomotorik termasuk dalam Evaluasi ketrampilan yaitu Evaluasi terhadap kecakapan siswa dalam melakukan sesuatu, sesuai dengan tuntutan tujuan pembelajaranya.[6] Dalam hal ini adalah kemampuan siswa dalam penguasaan menggerakan anggota tubuh atau pada kegiatan fisik. Adapun bentuk tes yang digunakan untuk mengukur aspek psikomotorik yaitu tes tindakan atau perbuatan atau Performance Assessment yaitu suatu Evaluasi yang meminta peserta tes untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan kedalam berbagai macam konteks sesuai dengan kriteria yang diinginkan.[7] Atau sesuai dengan tuntutan tujuan pembelajarannya. Kriteria-kriteria yang diinginkan berhubungan ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam praktek kehidupan sehari-hari atau dikenal dengan nama "Autentic Assessment ".[8]
Psikomotorik merupakan salah satu aspek dari kemampuan peserta didik yang harus diukur dan dinilai perkembangannya selain aspek pengetahuan (kognitif) dan penanaman nilai (afektif). Hal ini dilakukan selama proses kegiatan belajar mengajar dengan mengamati aktifitas peserta didik sebagaimana yang terjadi. Menurut Maertel sebagaimana yang ditulis oleh Depdiknas dalam buku Evaluasi Tingkat Kelas bahwa Performance Assessment memiliki dua karakteristik dasar yaitu :
1.    Peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan kemampuannya dalam mengkreasikan suatu produk atau terlibat dalam suatu aktivitas perbuatan.
2.    Produk dari Performance Assessment lebih penting daripada perbuatan (performance)-nya.[9]
Berdasarkan uraian tentang Evaluasi, dan aspek psikomotorik dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Evaluasi aspek psikomotorik adalah pengumpulan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik dengan tinjauan terhadap kemampuan dalam melakukan atau mempraktekan suatu perbuatan yang berdasarkan potret atau profil kemampuanya. Hal ini sesuai dengan daftar kompetensi yang ditetapkan oleh kurikulum. Kemudian penerapan pada pendidikan agama Islam Evaluasi aspek psikomotorik berorientasi pada ketrampilan motorik atau kemampuan mempraktekan ajaran agama seperti wudlu, sholat, baca tulis al Qur’an dan sebagainya Evaluasi psikomotorik pendidikan agama Islam tersebut biasanya berupa pemberian kegiatan tertentu yang harus dikerjakan oleh siswa baik secara individual atau kelompok dan ini dilakukan selama berlangsungnya proses kegiatan belajar mengajar.




A.  Tahapan-tahapan Psikomotorik
Taksonomi ranah psikomotorik sebagaimana yang dikemukakan oleh Anita Harrow memiliki enam tahapan:
1.    Reflex Movement (gerakan refleks) Tahapan ini merupakan respon yang tidak disadari yang dimiliki sejak lahir. Termasuk pada tahapan ini adalah Segmental Rreflexes, Intersegmental Reflexes, dan Suprasegmental Reflexes. Ketiga ciri tersebut berhubungan dengan gerakan–gerakan yang dikoordinasikan oleh otak dan bagian–bagian sumsum tulang belakang.
2.    Basic Fundamental Movement (dasar gerakan–gerakan) Tahapan ini merupakan gerakan–gerakan yang menuntun kepada ketrampilan yang sifatnya kompleks. Termasuk dalam tahapan ini adalah sebagai berikut:  
a)    Locomotor movement, yaitu gerakan–gerakan yang mendahului kemampuan berjalan (tengkurap, merangkak, tertatih–tatih, berjalan, lari, melompat, menggelinding, memanjat).
b)   Nonlocomotor movements, yaitu gerakan–gerakan dinamis di dalam suatu ruangan yang bertumpu pada sesuatu sumbu tertentu.
c)    Manipulaitve movevments, yaitu gerakan–gerakan yang terkoordinasikan seperti dalam kegiatan bermain piano, menggambar, dan sebagainya.
3.    Perceptual Abilities (kemampuan–kemampuan persepsi)
Tahapan ini adalah kombinasi dari kemampuan kognitif dan gerakan. Gerakan–gerakan yang ada pada tahapan ini sebagai berikut:
a)    Kinethetic discrimination, yaitu menyadari akan gerakan–gerakan tubuh seseorang.
b)   Body awareness, yaitu menyadari gerakan pada dua sisi tubuh, pada satu sisi, keberatsebelahan dan keseimbangan.
c)    Body image, yaitu perasaan–perasaan tentang adanya gerakan yang berhubungan dengan badanya sendiri.
d)   Body relationship to surronding objects in space, yaitu konsep tentang arah dan kesadaran badan dalam hubungan dengan lingkungan.
e)    Visual discrimination, yaitu visual acuity (kemampuan membedakan bentuk dan bagian), visual tracking (kemampuan mengikuti objek), visual memory (mengingat kembali pengalaman visual), figureground differentiation (membedakan figure yang dominan di antara latar belakang yang kabur), dan consistency (pengalaman konsep visual).  
f)    Auditory discrimination, yaitu meliputi auditory acuity, auditory tracking , auditory memory.
g)   Tactile discrimination, yaitu kemampuan untuk membedakan dengan sentuhan.
h)   Coordinated activities, yaitu koordinasi antara mata dengan tangan dan mata dengan kaki.
4.    Physical Abilities (kemampuan–kemampuan fisik) Tahapan yang diperlukan untuk mengembangkan gerakan–gerakan ketrampilan tingkat tinggi. Pada tahap ini meliputi:
a)    Endurance, yaitu kemampuan untuk melanjutkan aktivitas, termasuk ketahanan otot dan denyut jantung.
b)   Strength, yaitu kemampuan menggunakan otot untuk mengadakan perlawanan. - Flexibility, yaitu rentangan gerakan dan sendi.
c)    Agility, yaitu kemampuan untuk bergerak cepat termasuk kemampuan untuk mengubah arah, memulai atau berhenti, mengurangi waktu tenggang antara reaksi dan respons (tampak dalam kecekatan), dan meningkatkan dexterity (meningkatkan ketangkasan / defitness).
5.    Skilled Movements, yaitu gerakan–gerakan yang memerlukan belajar. Termasuk pada tahapan ini adalah sebagai berikut:  
a)    Simple adaptive skills, yaitu setiap adaptasi yang berhubungan dengan dasar gerakan non locomotor movements.
b)   Compound adaptive skills, yaitu gerakan kombinasi untuk menggunakan alat.
c)    Complex adaptive skills, yaitu menguasai mekanisme seluruh tubuh.
6.    Nondiscoursive Communication Tahapan yang merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan menggunakan gerakan misalnya expresi wajah (mimik), postur, dan sebagainya. Termasuk dalam tahapan ini adalah sebagai berikut:
a)    Expressive movements, yaitu gerakan–gerakan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti sikap dan gerak tubuh, isyarat, ekpresi wajah.
b)   Interpretive movements, yaitu gerakan sebagai bagian dari bentuk seni termasuk gerakan estetis, gerakan–gerakan kreatif (improvisasi) dan sebagainya.[10]  


Dari enam tahapan ranah psikomotorik yang diuraikan oleh Anita Harrow di atas kemudian secara garis besar dikelompokam menjadi tiga:
1.    Muscular or Motor Skills (ketrampilan gerak atau otot)
2.    Manipulaton of Materials or Object (manipulasi bahan atau alat)
3.    Neuromuscular Coordination (koordinasi otot syaraf ).[11]
Hasil belajar tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan. Siswa yang berubah tingkat  kognisinya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya. Berdasarkan pemaparan tentang tahapan–tahapan ranah psikomotorik oleh Anita Harrow dapat disimpulkan bahwa Evaluasi terhadap pencapaian kompetensi psikomotorik adalah sebagai berikut :
1.    Kemampuan siswa dalam menggerakan sebagian anggota tubuh.
2.    Kemampuan melakukan atau menirukan gerakan yang melibatkan seluruh anggota badan.
3.    Kemampuan melakukan gerakan anggota badan secara menyeluruh dan sempurna sampai tingkat otomatis.

B.  Prinsip–prinsip Evaluasi Psikomotorik PAI
Untuk memperoleh hasil Evaluasi yang baik, pelaksanaan kegiatan Evaluasi hendaknya bertitik tolak pada tujuan tertentu, setiap program Evaluasi harus diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan memegang prinsip–prinsip sebagai berikut:
1.    Kontinuitas Evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental. Karena pendidkan itu sendiri adalah proses yang kontinu, maka Evaluasi harus dilakukan terus–menerus. Hasil Evaluasi yang diperoleh pada suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil–hasil dalam waktu sebelumnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan berarti tentang perkembangan peserta didik.
2.    Keseluruhan Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh terhadap seluruh objek yang mencakup semua dimensi yag ada dalam aspek psikomotorik. Seluruh komponen harus mendapatkan perhatian dan pertimbanagan yang sama dalam mengambil keputusan.
3.    Objektifitas Evaluasi hendaknya dilaksanakan seobjektif mungkin. Oleh sebab itu perasaan–perasaan, keinginan–keinginan, prasangka–prasangka yang bersifat negatif harus dijauhkan. Evaluasi harus didasarkan pada kenyataan yang sebenarnya.
4.    Kooperatif Prinsip ini sangat erat kaitanya dengan prinsip–prinsip di atas. Dalam prinsip ini terkandung maksud bahwa setiap kegiatan Evaluasi hendaknya dilakukan bersama-sama oleh pihak yang bersangkutan sperti guru, kepala sekolah, orang tua bahkan siswa.[12]  

C.  Materi Evaluasi Psikomotorik PAI
Materi yang menjadi fokus Evaluasi untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam adalah kemampuan yang tertuang dalam kemampuan dasar, yaitu :
1.    Beriman kepada Allah SWT dan lima rukun iman dengan mengetahui fungsi serta terefleksikan dalam sikap, perilaku, dan ahlaq peserta didik dalam dimensi vertikal maupun horisontal.
2.    Dapat membaca al–Qur’an surat–surat pilihan dengan benar, menyalin dan mengartikanya.
3.    Mampu beribadah dengan baik dan benar sesuai dengan tuntutan syari’at Islam terutama ibadah mahdlah.
4.    Dapat meneladani sifat, sikap dan kepribadian Rasul SAW serta Khulafaur Rosyidin.[13]
Kemampuan di atas merupakan kemampuan dasar dan menjadi acuan dalam menentukan materi untuk bahan Evaluasi pendidikan agama Islam yang kemudian dapat dikelompokan berdasarkan aspek yaitu al Qur’an, keimanan, ahlaq, dan fiqh/ibadah dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan siswa serta bobot setiap aspek dari setiap kompetensi dan materi. Ranah kognitif meliputi seluruh aspek, ranah afektif sangat dominan pada aspek ahlaq, sedangkan khusus untuk ranah psikomotorik sangat dominan pada materi al Qur’an dan fiqh/ibadah.

D.  Instrumen Evaluasi Psikomotorik PAI
Data hasil Evaluasi aspek psikomotorik dapat diperoleh dengan menggunakan jenis tagihan tes harian, tugas individu atau tugas kelompok. Adapun bentuk instrumen yang dipakai adalah tes yang dilakukan untuk mengukur penampilan atau perbuatan tes tindakan atau perbuatan atau Performance Assessment yaitu suatu Evaluasi yang meminta peserta tes untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan kedalam berbagai macam konteks sesuai dengan kriteria yang diinginkan.[14]
Jenis tes perbuatan yaitu tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes petik kerja (work sample). Kemudian aplikasi bentuk tes tersebut dalam aspek psikomotorik pendidikan agama Islam umumnya dipakai menilai praktik baca tulis al-Qur'an dan praktek ibadah, yakni pemberian kegiatan tertentu yang harus dikerjakan oleh siswa baik secara individual maupun kelompok.[15]
1.    Tes Paper and Pancil
Bentuk tes ini aktivitasnya seperti tes tertulis namun yang menjadi sasarannya adalah kemampuan peserta didik dalam menampilkan karya.[16]16 Misalnya gambar orang sholat, wudlu, membersihkan rumah, gambar adab masuk masjid dan sebagainya.
2.    Tes Identifikasi
Bentuk ini dipakai untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi sesuatu hal yang mencakup berbagai ragam situasi tes yang mencerminkan beberapa tingkat realisme. Pada umumnya tes identifikasi digunakan sebagai alat pengajaran untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi penampilan sebenarnya dalam situasi yang nyata atau dalam simulasi.[17] Misalnya: menemukan sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam di sekolahan. Contohnya: ada tulisan jorok di sekolah, sampah berserakan, anak yang nakal dan sebagainya.
3.    Tes Simulasi
Tes ini merupakan tes yang menekankan pada prosedur yang sebenarnya, peserta biasanya diharapkan akan menampilkan gerakan yang sama seperti yang dituntut oleh penampilan tugas yang sebenarnya, tetapi dalam kondisinya disimulasikan.[18] Berarti tes ini digunakan jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik atau alat yang sesungguhnya beresiko jika digunakan oleh peserta didik. Misalnya: cara memandikan dan mengkafani mayat.

4.    Tes Sampel (work sample)
Bentuk tes ini dilakukan dengan alat yang sesungguhnya, dengan tujuan untuk mengetahui penguasaan ketrampilan peserta didik dalam menggunakan alat tersebut.[19] Misal: menggunakan Globe untuk menunjukkan letak ka' bah di Saudi Arabia, menggunakan papan temple untuk urutan gambar tata cara sholat, wudlu dan haji.

E.  Langkah-langkah Evaluasi Psikomotorik PAI
Dalam suatu tes praktek tidak mungkin semua pokok bahasan atau sub pokok bahasan yang ada di dalam kurikulum yang materinya diberikan di kelas pada suatu periode tertentu akan diujikan sekaligus secara bersamaan. Jadi harus dipilih pokok atau sub pokok bahasan tertentu yang akan diuji praktek. Komponen yang penting dalam membuat soal yaitu perumusan indikator yaitu suatu rumusan yang menggunakan kata kerja operasional. Kemudian dari tahapan ranah psikomotorik yang dikemukakan oleh Anita Harrow kata kerja operasionalnya adalah sebagai berikut:
1.    Muscular or Motor Skills: mempertotonkan gerak, menunujukan hasil, (pekerjaan tangan), melompat, menggerakan, dan menampilkan.
2.    Manipulation of Materials or Objects: mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, dan membentuk.
3.    Neuromuscular Coordination: mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik, dan menggunakan.[20].
Dalam merumuskan indikator harus memperhatikan kriteria–kriteri berikut:
1.    Memuat ciri–ciri tujuan pengukuran yang hendak diukur.
2.    Berkaitan erat dengan pokok atau sub pokok bahasan beserta materi.
3.    Memuat kata kerja operasional yang dapat diukur untuk soal–soal tes praktek.
4.    Dapat dibuatkan soal–soalnya dalam bentuk pedoman tes praktek.[21]
Setelah indikator disusun berdasarkan kriteria di atas selanjutnya adalah menulis soal–soal tes praktek dengan mengacu kepada indikator tersebut dengan memperhatikan pula langkah–langkah di bawah ini:
1.    Identifikasi semua langkah-langkah penting yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil akhir (output) yang terbaik.
2.    Tulislah perilaku kemampuan-kemampuan spesifik yang penting dan diperlukan untuk menyelesaikan tugas dan menghasilkan hasil akhir (output) yang terbaik.  
3.    Usahakan untuk membuat kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur tidak terlalu banyak sehingga semua kriteria tersebut dapat diobservasi selama siswa melaksanakan tugas.
4.    Definisikan dengan jelas kriteria kemampuan-kemampuan yang akan diukur berdasarkan kemampuan siswa yang harus dapat diamati (observable) atau karakteristik produk yang dihasilkan.
5.    Urutkan kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan urutan yang akan diamati.
6.    Kalau ada periksa kembali dan bandingkan dengan kriteria-kriteria kemampuan yang sudah dibuat sebelumnya oleh orang lain dilapangan.[22]

F.   Teknik Evaluasi Psikomotorik PAI
Dalam rangka untuk mengetahui hasil perkembangan peserta didik dalam aspek psikomotor mata pelajaran pendidikan agama Islam, guru harus melakukan observasi dengan memperhatikan tingkah lakunya. Disamping itu pula harus diperhatikan adalah cara mengamati dan menskor kemampuan ketrampilan siswa. Untuk meminimumkan faktor subjektifitas dan memaksimalkan faktor keadilan dalam menilai atau menskor kemampuan ketrampilan siswa biasanya orang yang menilai atau menskor jumlahnya lebih dari satu orang sehingga diharapkan hasil Evaluasi mereka menjadi lebih valid dan reliabel.
Observasi atau pengamatan ini dilakukan selama berlangsungnya proses kegiatan belajar mengajar yang berorientasi pada ketrampilan motorik dalam menjalankan ajaran agama, seperti wudlu, sholat, baca tulis al-Qur'an dan sebagainya. Kegiatan observasi dilaksanakan dengan menggunakan instrumen tes penampilan atau perbuatan, baik berupa tes identifikasi, tes simulasi, ataupun tes sampel, semuanya diperoleh datanya dengan menggunakan chek list (daftar cek) ataupun rating scale (skala Evaluasi). Agar hasil dari pengamatan bisa akurat sebagaimana yang diungkapkan oleh Anita Harrow bahwa kriteria untuk mengukur ketrampilan siswa harus dilakukan sekurang-kurangnya tiga puluh menit. Kurang dari waktu tersebut diperkirakan para penilai belum dapat menangkap gambaran tentang pola ketrampilan yang mencerminkan kemampuan siswa.[23]
1.    Chek List Chek List atau daftar chek adalah seperangkat butir soal yang mencerminkan rangkaian tindakan atau perbuatan yang harus ditampilkan oleh peserta ujian yang merupakan indikator–indikator dari ketrampilan yang akan diukur. Oleh karena itu dalam menyusun daftar chek hendaknya, menentukan indikator–indikator penguasaan ketrampilan yang diujikan dan menyusun indikator–indikator tersebut sesuai dengan urutan penampilannya.[24]
Ada bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam daftar chek, kemudian observator tinggal memberikan tanda chek () pada tiap-tiap aspek tersebut sesuai dengan hasil pengamatannya. Chek list lebih praktis digunakan untuk menghadapi subjek dalam jumlah besar. Apabila kriteria kemampuan tertentu pada peserta didik atau produk yang dihasilkannya dapat diamati oleh penilai maka peserta didik tersebut mendapat nilai dan apabila tidak maka tidak mendapat nilai. Cara memberi skor pada aspek psikomotorik dapat dilakukan secara berjenjang, misal: 0 s/d 10 atau 10 s/d 100. contoh praktek sholat.
Format Evaluasi Penguasaan Sholat
Nama Siswa:                                                                                        Kelas:
No
Uraian

Kategori Evaluasi
Betul
Salah
1.                    
Lafal niat


2.                    
Sikap berdiri


3.                    
Takbiratul ihram


4.                    
Membaca surat Al Fatihah


5.                    
Ruku' dan tuma'ninah


6.                    
I'tidal dan tuma'ninah


7.                    
Sujud dua kali dan tuma'ninah


8.                    
Duduk diantara dua sujud dan tuma'ninah


9.                    
Duduk akhir


10.                
Membaca tasyahud akhir


11.                
Membaca sholawat atas Nabi


12.                
Memberi salam


13.                
Menertibkan rukun


Jumlah


Skor Perolehan
Sumber: Departemen Agama RI.[25]
Skor perolehan = banyak centang dalam kolom ‘Betul’.
Nilai = ( Skor Perolehan / Skor Maksimum ) x 100
Nilai = ( ........................./ .............................) x 100 = ............[26]
2.    Rating Scale Pada prinsipnya penyusunan rating scale (skala Evaluasi) tidak berbeda dengan penyusunan daftar cek, yaitu mencari indikator-indikator yang mencerminkan ketrampilan yang akan diukur, yang berbeda adalah penyajiannya. Skala Evaluasi cocok bila digunakan untuk menghadapi subjek yang sedikit. Perbuatan yang diukur memakai rating scale dengan rentangan dari sangat tidak sempurna sampai sangat sempurna. Pelaksanaan skala Evaluasi dengan menentukan skala Evaluasi untuk setiap indikator. Misalnya, skala 5 jika suatu indikator dikerjakan dengan sangat tepat, 4 jika tepat, 3 jika agak tepat, 2 tidak tepat, dan 1 sangat tidak tepat. Jadi, pada prinsipnya ada tingkat-tingkat penampilan untuk setiap indikator ketrampilan yang akan diukur.[27]
Contoh format skala Evaluasi untuk praktek sholat.
Nama Siswa :                                                                              Kelas:
No
Butir Keterampilan

SKALA
1
2
3
4
5
1.                    
Lafal niat





2.                    
Sikap berdiri





3.                    
Takbiratul ihram





4.                    
Membaca surat Al Fatihah





5.                    
Ruku' dan tuma'ninah





6.                    
I'tidal dan tuma'ninah





7.                    
Sujud dua kali dan tuma'ninah





8.                    
Duduk diantara dua sujud dan tuma'ninah





9.                    
Duduk akhir





10.                
Membaca tasyahud akhir





11.                
Membaca sholawat atas Nabi





12.                
Memberi salam





13.                
Menertibkan rukun





Skor Perolehan

Sumber: Departemen Agama RI.[28]
Skor perolehan = jumlah skor tiap indikator
Nilai = ( Skor Perolehan / Skor Maksimum ) x 100
Nilai = ( ........................./ ............................) x 100.[29]

G. Penyajian Hasil Evaluasi Psikomotorik PAI
Ada empat bentuk Evaluasi yang dapat digunakan untuk menilai prestasi belajar psikomotorik peserta didik. Bentuk Evaluasi itu adalah sebagai berikut:
1.    Evaluasi dengan menggunakan angka. Artinya hasil yang diperoleh peserta didik disajikan dalam bentuk angka. Rentangan yang digunakan misalnya 1 s.d 10 atau 1 s/d 100 atau 0 s/d 4 (A,B,C,D,E).
2.    Evaluasi dengan menggunakan kategori. Artinya hasil yang diperoleh disajikan dalm bentuk kategori, misalnya: baik sekali, baik, cukup, kurang, dan gagal, dan sebagainya.
3.    Evaluasi dengan menggunakan uraian atau narasi. Artinya hasil yang diperoleh dinyatakan dengan uraian atau penjelasan misalnya: perlu bimbingan serius, keaktifan kurang, atau perlu pendalaman materi tertentu.
4.    Evaluasi dengan menggunakan kombinasi. Artinya hasil yang diperoleh disajikan dalam bentuk kombinasi angka, kategori, dan uraian atau narasi.
Jadi penilai bisa memilih satu diantara bentuk penyajian hasil Evaluasi di atas untuk menggambarkan kemampuan peserta didik sesuai dengan keinginanya.[30]



H.  Evaluasi Psikomotorik PAI
Evaluasi dalam mata pelajaran pendidikna agama Islam agar dapat dimanfaatkan secara efektif, perlu dilakukan analisis terhadap hasil tes yang telah dicapai oleh peserta didik pada aspek psikomotorik. Hal ini bertujuan untuk mengetahui ketrampilan apa yang sudah dikuasai dan belum dikuasai, yang selanjutnya harus segera ditindaklanjuti.
Bantuan perbaikan/remidi yang diberikan harus berdasarkan pada informasi yang digali dari guru. Apabila kegagalan yang tejadi dikarenakan faktor akademik, maka perlu dicermati dan dikaji kembali kemampuan dasar mana, materi mana, atau indikator mana dari soal tertentu yang peserta didik belum mencapai ketuntasan belajar. Sebaliknya, bila kegagalan yang terjadi juga disebabkan oleh faktor non akademik seperti faktor ketidakharmonisan keluarga, faktor ekonomi, dan lain sebagainya, maka perbaikan yang diberikan selain upaya yang bersifat akademik juga harus diikuti dengan mengatasi hal– hal tersebut. Agar guru dapat memperoleh informasi tentang faktor–faktor yang melatarbelakangi kegagalan peserta didik dapat diperoleh melalui wawancara dengan mereka yang bersangkutan, juga dengan teman serta orang tuanya.[31]

J. Pelaporan Hasil Evaluasi Psikomotorik PAI
Hasil Evaluasi ranah psikomotor dapat berupa nilai angka maupun deskripsi kualitatif terhadap kompetensi dasar tertentu. Untuk nilai angka dapat diberikan dalam bentuk skor 75 sebagai batas minimal ketuntasan (mastery). Artinya, jika seorang siswa mencapai skor 75, maka dikatakan tuntas. Sebaliknya, jika belum mencapai skor 75, maka dikatakan belum tuntas. Sedangkan deskripsi kualitatif dapat dilaporkan dalam bentuk keterangan tertulis.
Agar mudah memahami isi laporan maka informasi atau laporan yang disampaikan kepada orang tua atau lembaga terkait hendaknya:
Menggunakan bahasa yang komunikatif, mudah dipahami dan menggunakan istilah-istilah yang mudah dimengerti.
Menitik beratkan pada hasil yang dicapai siswa.
Memberikan perhatian siswa pada pengembangan dan pembelajaran siswa.
Berkaitan erat dengan hasil belajar yang hendak dicapai.
Berisi informasi tingkat pencapaian hasil belajar dalam kaitannya dengan standar yang ditetapkan.
Menyatakan tingkat kemampuan tingkat kemampuan yang dicapai secara jelas.
Memuat hasil Evaluasi yang sahih dan ajeg (konsisten).
Memuat aktivitas keagamaan yang dilakukan siswa.[32]
Pelaporan hasil Evaluasi dapat ditujukan untuk siswa dan orang tua, sekolah, dan masyarakat.
1.    Laporan untuk siswa dan orang tua.
Laporan yang berisi catatan siswa diusahakan dapat memberikan informasi yang lengkap. Dalam laporan tersebut berisi tentang catatan dengan menggunakan dua cara, yaitu lulus atau belum lulus. Prestasi siswa yang dilaporkan guru kepada siswa dan orang tua dapat dilihat dalam buku raport yang diisi pada setiap semester.
2.    Laporan untuk sekolah.
Laporan untuk sekolah merupakan catatan perkembangan siswa yang ada didalamnya. Laporan ini tidak semata-mata tentang prestasi siswa tetapi juga menyinggung problem kepribadian mereka.
3.    Laporan untuk masyarakat.
Laporan ini berkaitan dengan jumlah lulusan sekolah. Setiap siswa yang telah lulus membawa bukti bahwa mereka memiliki pengetahuan dan ketrampilan tertentu. Namun pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa dari suatu sekolah tidaklah sama.[33]
Jadi dengan adanya bentuk informasi hasil belajar siswa, semua pihak yang berkepentingan dengan mudah mengidentifikasi segala permasalahan yang ada dalam kegiatan belajar mengajar disekolah dan langkah-langkah selanjutnya yang harus diambil dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.






DAFTAR PUSTAKA
Depag, Dirjen. Kelembagaan Agama Islam pada Sekolah Umum, Standar Evaluasi di Kelas, Jakarta: Depag, 2003.  
Collins, Sidney P. Introdution to Secondary Education, Chicago: Rand Menally dan Company, 1979.  
Sudjana, Nana. Evaluasi Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2002.
Hasan, Chalidjah. Dimensi–dimensi Psikologi Pendidikan, Surabaya: al-Ikhlas, 1994
Balitbang. Evaluasi Tingkat Kelas, Pedoman Bagi Guru SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK, Depdiknas: Jakarta, 2003.
Arifin, Zaenal. Evaluasi Instruksional, Prinsip, Teknik, Prosedur, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991
Depdiknas. Kurikulum 2004, Standar Kompetensi PAI, Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, Jakarta: Depdiknas, 2004
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Umum, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Evaluasi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Depdiknas, 2003. Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Umum Sistem Evaluasi Kurikulum 2004, Jakarta : Depag, 2004
Sirait, Bistok. Menyusun Tes Hasil Belajar, Semarang: IKIP,1985.
Ghofur, Abdul. Pengembangan Sistem Evaluasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Depdiknas, 2003.
Sugiarto, Implementasi Evaluasi Kurikulum 2004, Makalah disampaikan pada Pelatihan Kurikulum Berbasis Kompetensi Guru Madrasah Aliyah di MAN Demak Tanggal 12 Desember 2005.
Departemen Agama, Evaluasi Berbasis Kelas, (Jakarta: Depag, 2003), hlm. 93.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Umum, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Evaluasi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Depdiknas, 2003.



[1] Depag, Dirjen Kelembagaan Agama Islam pada Sekolah Umum, Standar Evaluasi di Kelas, (Jakarta: Depag, 2003), hlm. 5..
[2] Sidney P. Collins, Introdution to Secondary Education, (Chicago: Rand Menally dan Company, 1979), hlm. 249
[3] Nana Sudjana, Evaluasi Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992 ), hlm. 3
[4] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hlm. 122
[5] Chalidjah Hasan, Dimensi–dimensi Psikologi Pendidikan, (Surabaya: aL Ikhlas, 1994), hlm. 135
[6] Depag, Dirjen Kelembagaan Agama Islam pada Sekolah Umum, op. cit., hlm. 40.
[7] Balitbang, Evaluasi Tingkat Kelas, Pedoman Bagi Guru SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK, (Depdiknas: Jakarta2003), hlm. 59
[8] Ibid., hlm. 59
[9] Ibid., hlm. 60
[10] Dalam Suharsimi Arikunto, op. cit., hlm. 123 125
[11] Ibid., hlm. 139
[12] Zaenal Arifin, Evaluasi Instruksional, Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991 ), hlm. 11
[13] Depdiknas, Kurikulum 2004, Standar Kompetensi PAI, Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, (Jakarta: Depdiknas, 2004), hlm. 258
[14] Balitbang, op. cit., hlm. 59
[15] Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Umum, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Evaluasi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Depdiknas, 2003, hlm. 24
[16] Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Umum Sistem Evaluasi Kurikulum 2004, (Jakarta : Depag, 2004), hlm. 38.
[17] Bistok Sirait, Menyusun Tes Hasil Belajar, (Semarang: IKIP, 1985), hlm. 161
[18] Ibid., hlm. 162
[19] Dirjen Kelembagaan Agama Islam, op. cit., hlm. 39
[20] Suharsimi Arikunto, op. cit., hlm. 139.
[21] Dirjen Kelembagaan Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum op. cit., hlm. 45
[22] Balitbang, op. cit., hlm. 46
[23] Dalam Suharsimi Arikunto, op. cit., hlm. 122
[24] Abdul Ghofur, et, al., Pengembangan Sistem Evaluasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Depdiknas, 2003), hlm. 52.
[25] Dirjen Kelembagaan Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum, op. cit., hlm. 45
[26] Sugiarto, Implementasi Evaluasi Kurikulum 2004, Makalah disampaikan pada Pelatihan Kurikulum Berbasis Kompetensi Guru Madrasah Aliyah di MAN Demak Tanggal 12 Desember 2005
[27] Dirjen Kelembagaan Agama Islam, op. cit., hlm. 39.
[28] Dirjen Kelembagaan Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum, op. cit., hlm. 45.
[29] Sugiarto, op. cit.
[30] Departemen Agama, Evaluasi Berbasis Kelas, (Jakarta: Depag, 2003), hlm. 93.
[31] Dirjen Kelembagaan Agama Islam, op. cit., hlm. 50.
[32] Departemen Agama, op. cit., hlm. 47
[33] Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Umum, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Evaluasi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Depdiknas, 2003), hlm. 21.