A. Pengertian Evaluasi Psikomotorik PAI
Evaluasi
adalah proses sistematika dan sistematik, mengumpulkan
data atau informasi, menganalisis dan
selanjutnya menarik kesimpulan tentang tingkat pencapaian hasil dan
tingkat efektifitas serta efesiensi suatu program pendidikan.[1] Menurut Sidney P. Collins, menilai (evaluasi),
"Evaluation
is the process of making judgments".[2]
Artinya evaluasi atau menilai adalah proses pembuatan keputusan, dimulai dengan
pengumpulan data-data dan informasi dan akhirnya dibuat suatu
kesimpulan. Pendapat lain mengatakan bahwa Evaluasi adalah proses pemberian nilai
terhadap hasil–hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria
tertentu.[3]
Hal
tersebut mengisyaratkan bahwa objek yang dinilai adalah hasil belajar
siswa yang berupa perubahan tingkah laku baik bidang kognitif, afektif,
dan
psikomotorik.
Kata "psikomotorik"
berhubungan dengan kata "motor", sensory motor
atau perceptual motor. Hal ini
berhubungan erat dengan kerja otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh dan
bagian-bagiannya.[4] Definisi lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
kategori kemampuan psikomotorik.
adalah kemampuan yang menyangkut
kegiatan otot dan kegiatan fisik. Jadi tekanan kemampuan yang menyangkut
penguasan tubuh dan gerak. Penguasaan kemampuan ini meliputi gerakan anggota tubuh yang
memerlukan koordinasi syarat otot yang
sederhana dan bersifat kasar menuju gerakan yang menurut koordinasi syarat
otot yang lebih kompleks dan bersifat lancar.[5]
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa aspek psikomotorik dalam
taksonomi pengajaran adalah lebih
mengorentasikan pada proses tingkah laku atau pelaksanaan, di mana sebagai
fungsinya adalah untuk meneruskan nilai yang didapat lewat kognitif, dan
diinternalisasikan lewat afektif sehingga mengorganisasikan dan diaplikasikan
dalam bentuk nyata oleh domain psikomotorik. Evaluasi aspek
psikomotorik termasuk dalam Evaluasi ketrampilan
yaitu Evaluasi terhadap kecakapan siswa
dalam melakukan sesuatu, sesuai dengan tuntutan tujuan pembelajaranya.[6] Dalam hal ini adalah kemampuan
siswa dalam penguasaan menggerakan
anggota tubuh atau pada kegiatan fisik. Adapun bentuk tes yang digunakan untuk
mengukur aspek psikomotorik yaitu tes tindakan atau perbuatan atau Performance
Assessment yaitu suatu Evaluasi yang meminta peserta tes untuk
mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan kedalam berbagai macam konteks
sesuai dengan kriteria yang diinginkan.[7] Atau sesuai dengan tuntutan tujuan
pembelajarannya. Kriteria-kriteria yang
diinginkan berhubungan ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam
praktek kehidupan sehari-hari atau dikenal dengan nama "Autentic
Assessment ".[8]
Psikomotorik
merupakan salah satu aspek dari kemampuan peserta didik
yang harus diukur dan dinilai perkembangannya selain aspek pengetahuan (kognitif) dan penanaman nilai (afektif). Hal
ini dilakukan selama proses kegiatan belajar mengajar
dengan mengamati aktifitas peserta didik
sebagaimana yang terjadi.
Menurut Maertel
sebagaimana yang ditulis oleh Depdiknas
dalam buku Evaluasi Tingkat Kelas bahwa Performance
Assessment memiliki
dua karakteristik dasar yaitu :
1.
Peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan kemampuannya
dalam mengkreasikan suatu produk atau terlibat dalam suatu
aktivitas perbuatan.
Berdasarkan
uraian tentang Evaluasi, dan aspek psikomotorik dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Evaluasi aspek psikomotorik adalah pengumpulan dan penggunaan informasi
tentang hasil belajar peserta didik dengan tinjauan
terhadap kemampuan dalam melakukan atau mempraktekan suatu perbuatan yang
berdasarkan potret atau profil
kemampuanya. Hal ini sesuai dengan
daftar kompetensi yang ditetapkan oleh kurikulum.
Kemudian penerapan pada pendidikan agama Islam Evaluasi aspek psikomotorik berorientasi pada ketrampilan motorik
atau kemampuan mempraktekan ajaran agama seperti
wudlu, sholat, baca tulis al Qur’an dan sebagainya
Evaluasi psikomotorik pendidikan agama Islam tersebut biasanya berupa pemberian
kegiatan tertentu yang harus dikerjakan oleh siswa baik secara individual atau kelompok dan ini dilakukan selama
berlangsungnya proses kegiatan belajar mengajar.
A. Tahapan-tahapan Psikomotorik
Taksonomi
ranah psikomotorik sebagaimana yang dikemukakan oleh Anita Harrow memiliki enam tahapan:
1. Reflex Movement (gerakan refleks) Tahapan
ini merupakan respon yang tidak disadari yang dimiliki sejak lahir. Termasuk pada tahapan ini adalah Segmental
Rreflexes, Intersegmental
Reflexes, dan Suprasegmental
Reflexes. Ketiga ciri
tersebut berhubungan dengan gerakan–gerakan yang dikoordinasikan oleh
otak dan bagian–bagian sumsum tulang belakang.
2. Basic Fundamental Movement (dasar gerakan–gerakan) Tahapan ini merupakan gerakan–gerakan yang menuntun kepada ketrampilan yang sifatnya kompleks. Termasuk dalam tahapan
ini adalah sebagai berikut:
a)
Locomotor
movement, yaitu
gerakan–gerakan yang mendahului
kemampuan berjalan (tengkurap,
merangkak, tertatih–tatih, berjalan, lari, melompat, menggelinding, memanjat).
b)
Nonlocomotor
movements, yaitu
gerakan–gerakan dinamis di dalam
suatu ruangan yang bertumpu pada
sesuatu sumbu tertentu.
c)
Manipulaitve
movevments, yaitu
gerakan–gerakan yang
terkoordinasikan seperti dalam kegiatan
bermain piano, menggambar,
dan sebagainya.
3. Perceptual Abilities (kemampuan–kemampuan persepsi)
Tahapan ini adalah kombinasi dari
kemampuan kognitif dan gerakan.
Gerakan–gerakan yang ada pada tahapan
ini sebagai berikut:
a)
Kinethetic
discrimination, yaitu
menyadari akan gerakan–gerakan
tubuh seseorang.
b)
Body awareness, yaitu menyadari gerakan pada dua sisi
tubuh, pada satu sisi, keberatsebelahan dan
keseimbangan.
c)
Body image, yaitu perasaan–perasaan tentang adanya
gerakan yang berhubungan dengan badanya sendiri.
d)
Body
relationship to surronding objects in space, yaitu konsep
tentang arah dan kesadaran badan dalam
hubungan dengan lingkungan.
e)
Visual
discrimination, yaitu
visual
acuity (kemampuan
membedakan bentuk dan bagian), visual
tracking (kemampuan mengikuti
objek), visual memory (mengingat kembali pengalaman visual), figureground differentiation (membedakan figure yang dominan di
antara latar belakang yang kabur), dan consistency
(pengalaman konsep visual).
f)
Auditory
discrimination, yaitu
meliputi auditory acuity, auditory tracking , auditory
memory.
g)
Tactile
discrimination, yaitu
kemampuan untuk membedakan dengan sentuhan.
h)
Coordinated
activities, yaitu
koordinasi antara mata dengan tangan dan
mata dengan kaki.
4. Physical Abilities (kemampuan–kemampuan fisik) Tahapan yang diperlukan untuk mengembangkan gerakan–gerakan ketrampilan tingkat tinggi. Pada tahap ini meliputi:
a)
Endurance, yaitu kemampuan untuk melanjutkan
aktivitas, termasuk
ketahanan otot dan denyut jantung.
b)
Strength, yaitu kemampuan menggunakan otot untuk
mengadakan perlawanan. - Flexibility, yaitu rentangan gerakan dan sendi.
c)
Agility, yaitu kemampuan untuk bergerak cepat
termasuk kemampuan
untuk mengubah arah, memulai atau
berhenti, mengurangi waktu
tenggang antara reaksi dan respons
(tampak dalam kecekatan), dan
meningkatkan dexterity
(meningkatkan ketangkasan / defitness).
5. Skilled Movements, yaitu gerakan–gerakan yang memerlukan belajar. Termasuk pada tahapan ini adalah sebagai berikut:
a)
Simple adaptive
skills, yaitu
setiap adaptasi yang berhubungan dengan dasar
gerakan non locomotor movements.
b)
Compound
adaptive skills, yaitu
gerakan kombinasi untuk
menggunakan alat.
c)
Complex adaptive
skills, yaitu
menguasai mekanisme seluruh tubuh.
6. Nondiscoursive Communication Tahapan yang merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan menggunakan gerakan misalnya expresi wajah (mimik), postur,
dan sebagainya. Termasuk dalam tahapan ini adalah sebagai
berikut:
a)
Expressive
movements, yaitu
gerakan–gerakan yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari seperti sikap dan gerak tubuh, isyarat, ekpresi wajah.
b)
Interpretive
movements, yaitu
gerakan sebagai bagian dari bentuk seni termasuk
gerakan estetis, gerakan–gerakan kreatif (improvisasi) dan sebagainya.[10]
Dari enam tahapan ranah psikomotorik yang
diuraikan oleh Anita Harrow di
atas kemudian secara garis besar
dikelompokam menjadi tiga:
1. Muscular or Motor Skills (ketrampilan gerak atau otot)
2. Manipulaton of Materials or Object (manipulasi bahan atau alat)
Hasil
belajar tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan. Siswa yang berubah
tingkat
kognisinya sebenarnya dalam kadar
tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya. Berdasarkan pemaparan
tentang tahapan–tahapan ranah psikomotorik oleh Anita Harrow dapat disimpulkan
bahwa Evaluasi terhadap pencapaian kompetensi psikomotorik adalah sebagai
berikut :
1.
Kemampuan siswa dalam menggerakan sebagian anggota tubuh.
2.
Kemampuan melakukan atau menirukan gerakan yang melibatkan seluruh
anggota badan.
3. Kemampuan melakukan gerakan anggota
badan secara menyeluruh dan sempurna sampai tingkat otomatis.
B. Prinsip–prinsip Evaluasi Psikomotorik PAI
Untuk
memperoleh hasil Evaluasi yang baik, pelaksanaan kegiatan Evaluasi hendaknya
bertitik tolak pada tujuan tertentu, setiap program Evaluasi harus diarahkan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan
memegang prinsip–prinsip sebagai berikut:
1.
Kontinuitas Evaluasi tidak boleh dilakukan secara
insidental. Karena pendidkan itu sendiri adalah proses yang kontinu, maka Evaluasi
harus dilakukan terus–menerus. Hasil Evaluasi yang diperoleh pada suatu waktu
harus senantiasa dihubungkan dengan hasil–hasil dalam waktu sebelumnya, sehingga
dapat diperoleh gambaran yang jelas dan berarti tentang perkembangan peserta
didik.
2.
Keseluruhan Evaluasi harus dilakukan secara
menyeluruh terhadap seluruh objek yang mencakup semua dimensi yag ada dalam
aspek psikomotorik. Seluruh komponen harus mendapatkan perhatian dan
pertimbanagan yang sama dalam mengambil keputusan.
3.
Objektifitas Evaluasi hendaknya dilaksanakan
seobjektif mungkin. Oleh sebab itu perasaan–perasaan, keinginan–keinginan,
prasangka–prasangka yang bersifat negatif harus dijauhkan. Evaluasi harus
didasarkan pada kenyataan yang sebenarnya.
4.
Kooperatif Prinsip ini sangat erat kaitanya
dengan prinsip–prinsip di atas. Dalam prinsip ini terkandung maksud bahwa
setiap kegiatan Evaluasi hendaknya dilakukan bersama-sama oleh pihak yang
bersangkutan sperti guru, kepala sekolah, orang tua bahkan siswa.[12]
C. Materi Evaluasi Psikomotorik PAI
Materi
yang menjadi fokus Evaluasi untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam adalah
kemampuan yang tertuang dalam kemampuan dasar, yaitu :
1. Beriman kepada Allah SWT dan lima rukun
iman dengan mengetahui fungsi serta terefleksikan dalam sikap, perilaku, dan
ahlaq peserta didik dalam dimensi vertikal maupun horisontal.
2. Dapat membaca al–Qur’an surat–surat
pilihan dengan benar, menyalin dan mengartikanya.
3. Mampu beribadah dengan baik dan benar
sesuai dengan tuntutan syari’at Islam terutama ibadah mahdlah.
4.
Dapat meneladani sifat, sikap dan kepribadian Rasul SAW
serta Khulafaur Rosyidin.[13]
Kemampuan di atas merupakan kemampuan
dasar dan menjadi acuan dalam menentukan materi untuk bahan Evaluasi pendidikan
agama Islam yang kemudian dapat dikelompokan berdasarkan aspek yaitu al
Qur’an, keimanan, ahlaq, dan fiqh/ibadah dengan
mempertimbangkan tingkat perkembangan siswa serta bobot setiap aspek dari setiap
kompetensi dan materi. Ranah kognitif meliputi seluruh aspek, ranah afektif
sangat dominan pada aspek ahlaq, sedangkan khusus untuk ranah
psikomotorik sangat dominan pada materi al Qur’an dan fiqh/ibadah.
D. Instrumen Evaluasi Psikomotorik PAI
Data
hasil Evaluasi aspek psikomotorik dapat diperoleh dengan
menggunakan jenis tagihan tes harian,
tugas individu atau tugas kelompok. Adapun bentuk instrumen yang dipakai
adalah tes yang dilakukan untuk mengukur penampilan atau perbuatan tes
tindakan atau perbuatan atau Performance
Assessment yaitu
suatu Evaluasi yang meminta peserta tes untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan
pengetahuan kedalam berbagai macam konteks sesuai dengan kriteria yang diinginkan.[14]
Jenis
tes perbuatan yaitu tes paper and pencil, tes
identifikasi, tes simulasi, dan tes petik kerja
(work sample).
Kemudian aplikasi bentuk tes tersebut
dalam aspek psikomotorik pendidikan agama Islam umumnya dipakai menilai praktik baca
tulis al-Qur'an dan praktek ibadah, yakni pemberian kegiatan tertentu yang
harus dikerjakan oleh siswa baik secara individual maupun kelompok.[15]
1. Tes Paper and Pancil
Bentuk
tes ini aktivitasnya seperti tes tertulis namun yang menjadi sasarannya adalah
kemampuan peserta didik dalam menampilkan karya.[16]16 Misalnya gambar orang sholat, wudlu, membersihkan rumah,
gambar adab masuk masjid dan sebagainya.
2.
Tes Identifikasi
Bentuk
ini dipakai untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi
sesuatu hal yang mencakup berbagai ragam situasi tes yang mencerminkan beberapa
tingkat realisme. Pada umumnya tes identifikasi digunakan sebagai alat
pengajaran untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi penampilan sebenarnya
dalam situasi yang nyata atau dalam simulasi.[17] Misalnya: menemukan sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran agama
Islam di sekolahan. Contohnya: ada tulisan jorok di sekolah, sampah berserakan,
anak yang nakal dan sebagainya.
3.
Tes Simulasi
Tes
ini merupakan tes yang menekankan pada prosedur yang sebenarnya, peserta
biasanya diharapkan akan menampilkan gerakan yang sama seperti yang dituntut
oleh penampilan tugas yang sebenarnya, tetapi dalam kondisinya disimulasikan.[18] Berarti tes ini digunakan jika tidak ada alat yang
sesungguhnya yang dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik atau alat
yang sesungguhnya beresiko jika digunakan oleh peserta didik. Misalnya: cara
memandikan dan mengkafani mayat.
4.
Tes Sampel (work sample)
Bentuk
tes ini dilakukan dengan alat yang sesungguhnya, dengan tujuan untuk mengetahui
penguasaan ketrampilan peserta didik dalam menggunakan alat tersebut.[19] Misal: menggunakan Globe untuk menunjukkan letak ka' bah di
Saudi Arabia, menggunakan papan temple untuk urutan gambar tata cara sholat,
wudlu dan haji.
E. Langkah-langkah Evaluasi Psikomotorik PAI
Dalam
suatu tes praktek tidak mungkin semua pokok bahasan atau sub pokok bahasan yang
ada di dalam kurikulum yang materinya diberikan di kelas pada suatu periode
tertentu akan diujikan sekaligus secara bersamaan. Jadi harus dipilih pokok
atau sub pokok bahasan tertentu yang akan diuji praktek. Komponen yang penting
dalam membuat soal yaitu perumusan indikator yaitu suatu rumusan yang
menggunakan kata kerja operasional. Kemudian dari tahapan ranah psikomotorik
yang dikemukakan oleh Anita Harrow kata kerja operasionalnya adalah sebagai
berikut:
1.
Muscular or
Motor Skills:
mempertotonkan gerak, menunujukan hasil, (pekerjaan tangan), melompat,
menggerakan, dan menampilkan.
2.
Manipulation of
Materials or Objects:
mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, dan membentuk.
3.
Neuromuscular
Coordination:
mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang,
memotong, menarik, dan menggunakan.[20].
Dalam
merumuskan indikator harus memperhatikan kriteria–kriteri berikut:
1.
Memuat ciri–ciri tujuan pengukuran yang hendak diukur.
2.
Berkaitan erat dengan pokok atau sub pokok bahasan beserta
materi.
3.
Memuat kata kerja operasional yang dapat diukur untuk
soal–soal tes praktek.
Setelah
indikator disusun berdasarkan kriteria di atas selanjutnya adalah menulis
soal–soal tes praktek dengan mengacu kepada indikator tersebut dengan
memperhatikan pula langkah–langkah di bawah ini:
1.
Identifikasi semua langkah-langkah penting yang diperlukan
atau yang akan mempengaruhi hasil akhir (output) yang terbaik.
2.
Tulislah perilaku kemampuan-kemampuan spesifik yang penting
dan diperlukan untuk menyelesaikan tugas dan menghasilkan hasil akhir (output)
yang terbaik.
3.
Usahakan untuk membuat kriteria-kriteria kemampuan yang akan
diukur tidak terlalu banyak sehingga semua kriteria tersebut dapat diobservasi selama
siswa melaksanakan tugas.
4.
Definisikan dengan jelas kriteria kemampuan-kemampuan yang
akan diukur berdasarkan kemampuan siswa yang harus dapat diamati (observable)
atau karakteristik produk yang dihasilkan.
5.
Urutkan kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur
berdasarkan urutan yang akan diamati.
6.
Kalau ada periksa kembali dan bandingkan dengan
kriteria-kriteria kemampuan yang sudah dibuat sebelumnya oleh orang lain
dilapangan.[22]
F.
Teknik
Evaluasi Psikomotorik PAI
Dalam
rangka untuk mengetahui hasil perkembangan peserta didik dalam aspek psikomotor
mata pelajaran pendidikan agama Islam, guru harus melakukan observasi dengan
memperhatikan tingkah lakunya. Disamping itu pula harus diperhatikan adalah
cara mengamati dan menskor kemampuan ketrampilan siswa. Untuk meminimumkan
faktor subjektifitas dan memaksimalkan faktor keadilan dalam menilai atau
menskor kemampuan ketrampilan siswa biasanya orang yang menilai atau menskor
jumlahnya lebih dari satu orang sehingga diharapkan hasil Evaluasi mereka
menjadi lebih valid dan reliabel.
Observasi
atau pengamatan ini dilakukan selama berlangsungnya proses kegiatan belajar
mengajar yang berorientasi pada ketrampilan motorik dalam menjalankan ajaran
agama, seperti wudlu, sholat, baca tulis al-Qur'an dan sebagainya. Kegiatan
observasi dilaksanakan dengan menggunakan instrumen tes penampilan atau
perbuatan, baik berupa tes identifikasi, tes simulasi, ataupun tes sampel,
semuanya diperoleh datanya dengan menggunakan chek list (daftar cek) ataupun rating
scale (skala Evaluasi).
Agar hasil dari pengamatan bisa akurat sebagaimana yang diungkapkan oleh Anita
Harrow bahwa kriteria untuk mengukur ketrampilan siswa harus dilakukan
sekurang-kurangnya tiga puluh menit. Kurang dari waktu tersebut diperkirakan
para penilai belum dapat menangkap gambaran tentang pola ketrampilan yang
mencerminkan kemampuan siswa.[23]
1.
Chek List Chek List atau daftar chek adalah seperangkat
butir soal yang mencerminkan rangkaian tindakan atau perbuatan yang harus
ditampilkan oleh peserta ujian yang merupakan indikator–indikator dari
ketrampilan yang akan diukur. Oleh karena itu dalam menyusun daftar chek hendaknya,
menentukan indikator–indikator penguasaan ketrampilan yang diujikan dan
menyusun indikator–indikator tersebut sesuai dengan urutan penampilannya.[24]
Ada
bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam daftar chek,
kemudian observator tinggal memberikan tanda chek (√) pada tiap-tiap aspek tersebut sesuai dengan hasil pengamatannya.
Chek
list lebih
praktis digunakan untuk menghadapi subjek dalam jumlah besar. Apabila kriteria
kemampuan tertentu pada peserta didik atau produk yang dihasilkannya dapat
diamati oleh penilai maka peserta didik tersebut mendapat nilai dan apabila
tidak maka tidak mendapat nilai. Cara memberi skor pada aspek psikomotorik
dapat dilakukan secara berjenjang, misal: 0 s/d 10 atau 10 s/d 100. contoh
praktek sholat.
Format Evaluasi
Penguasaan Sholat
Nama Siswa: Kelas:
No
|
Uraian
|
Kategori Evaluasi
|
|
Betul
|
Salah
|
||
1.
|
Lafal
niat
|
|
|
2.
|
Sikap
berdiri
|
|
|
3.
|
Takbiratul
ihram
|
|
|
4.
|
Membaca
surat Al Fatihah
|
|
|
5.
|
Ruku'
dan tuma'ninah
|
|
|
6.
|
I'tidal
dan tuma'ninah
|
|
|
7.
|
Sujud
dua kali dan tuma'ninah
|
|
|
8.
|
Duduk
diantara dua sujud dan tuma'ninah
|
|
|
9.
|
Duduk
akhir
|
|
|
10.
|
Membaca
tasyahud akhir
|
|
|
11.
|
Membaca
sholawat atas Nabi
|
|
|
12.
|
Memberi
salam
|
|
|
13.
|
Menertibkan
rukun
|
|
|
Jumlah
|
|
|
|
Skor Perolehan
|
Sumber: Departemen Agama RI.[25]
Skor perolehan = banyak centang dalam kolom ‘Betul’.
Nilai = ( Skor Perolehan / Skor Maksimum ) x 100
Nilai = ( ........................./
.............................) x 100 = ............[26]
2. Rating Scale Pada prinsipnya penyusunan rating scale (skala Evaluasi) tidak
berbeda dengan penyusunan daftar cek,
yaitu mencari indikator-indikator yang mencerminkan ketrampilan yang akan
diukur, yang berbeda adalah penyajiannya. Skala Evaluasi cocok bila digunakan untuk
menghadapi subjek yang sedikit. Perbuatan yang diukur memakai rating
scale dengan
rentangan dari sangat tidak sempurna sampai sangat sempurna.
Pelaksanaan skala Evaluasi dengan menentukan skala Evaluasi untuk setiap
indikator. Misalnya, skala 5 jika suatu indikator dikerjakan dengan
sangat tepat, 4 jika tepat, 3 jika agak tepat, 2 tidak tepat, dan 1 sangat
tidak tepat. Jadi, pada prinsipnya ada tingkat-tingkat penampilan untuk setiap
indikator ketrampilan yang akan diukur.[27]
Contoh format skala Evaluasi untuk
praktek sholat.
Nama Siswa : Kelas:
No
|
Butir
Keterampilan
|
SKALA
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
1.
|
Lafal
niat
|
|
|
|
|
|
2.
|
Sikap
berdiri
|
|
|
|
|
|
3.
|
Takbiratul
ihram
|
|
|
|
|
|
4.
|
Membaca
surat Al Fatihah
|
|
|
|
|
|
5.
|
Ruku'
dan tuma'ninah
|
|
|
|
|
|
6.
|
I'tidal
dan tuma'ninah
|
|
|
|
|
|
7.
|
Sujud
dua kali dan tuma'ninah
|
|
|
|
|
|
8.
|
Duduk
diantara dua sujud dan tuma'ninah
|
|
|
|
|
|
9.
|
Duduk
akhir
|
|
|
|
|
|
10.
|
Membaca
tasyahud akhir
|
|
|
|
|
|
11.
|
Membaca
sholawat atas Nabi
|
|
|
|
|
|
12.
|
Memberi
salam
|
|
|
|
|
|
13.
|
Menertibkan
rukun
|
|
|
|
|
|
Skor Perolehan
|
|
Sumber: Departemen Agama RI.[28]
Skor perolehan = jumlah skor tiap indikator
Nilai = ( Skor Perolehan / Skor Maksimum ) x 100
Nilai = ( ........................./
............................) x 100.[29]
G.
Penyajian Hasil Evaluasi Psikomotorik PAI
Ada empat bentuk Evaluasi yang dapat digunakan untuk menilai prestasi
belajar psikomotorik peserta didik. Bentuk Evaluasi itu adalah sebagai
berikut:
1.
Evaluasi
dengan menggunakan angka. Artinya hasil yang diperoleh peserta didik
disajikan dalam bentuk angka. Rentangan yang digunakan misalnya 1 s.d 10
atau 1 s/d 100 atau 0 s/d 4 (A,B,C,D,E).
2.
Evaluasi
dengan menggunakan kategori. Artinya hasil yang diperoleh disajikan dalm
bentuk kategori, misalnya: baik sekali, baik, cukup, kurang, dan gagal,
dan sebagainya.
3.
Evaluasi
dengan menggunakan uraian atau narasi. Artinya hasil yang diperoleh
dinyatakan dengan uraian atau penjelasan misalnya: perlu bimbingan
serius, keaktifan kurang, atau perlu pendalaman materi tertentu.
4.
Evaluasi
dengan menggunakan kombinasi. Artinya hasil yang diperoleh disajikan
dalam bentuk kombinasi angka, kategori, dan uraian atau narasi.
Jadi penilai
bisa memilih satu diantara bentuk penyajian hasil Evaluasi di atas untuk
menggambarkan kemampuan peserta didik sesuai dengan keinginanya.[30]
H.
Evaluasi Psikomotorik PAI
Evaluasi
dalam mata pelajaran pendidikna agama Islam agar dapat dimanfaatkan secara
efektif, perlu dilakukan analisis terhadap hasil tes yang telah dicapai oleh
peserta didik pada aspek psikomotorik. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
ketrampilan apa yang sudah dikuasai dan belum dikuasai, yang selanjutnya harus
segera ditindaklanjuti.
Bantuan
perbaikan/remidi yang diberikan harus berdasarkan pada informasi yang digali
dari guru. Apabila kegagalan yang tejadi dikarenakan faktor akademik, maka
perlu dicermati dan dikaji kembali kemampuan dasar mana, materi mana, atau
indikator mana dari soal tertentu yang peserta didik belum mencapai ketuntasan
belajar. Sebaliknya, bila kegagalan yang terjadi juga disebabkan oleh faktor
non akademik seperti faktor ketidakharmonisan keluarga, faktor ekonomi, dan
lain sebagainya, maka perbaikan yang diberikan selain upaya yang bersifat
akademik juga harus diikuti dengan mengatasi hal– hal tersebut. Agar guru dapat
memperoleh informasi tentang faktor–faktor yang melatarbelakangi kegagalan
peserta didik dapat diperoleh melalui wawancara dengan mereka yang
bersangkutan, juga dengan teman serta orang tuanya.[31]
J.
Pelaporan Hasil Evaluasi Psikomotorik PAI
Hasil
Evaluasi ranah psikomotor dapat berupa nilai angka maupun deskripsi kualitatif
terhadap kompetensi dasar tertentu. Untuk nilai angka dapat diberikan dalam
bentuk skor 75 sebagai batas minimal ketuntasan (mastery). Artinya, jika
seorang siswa mencapai skor 75, maka dikatakan tuntas. Sebaliknya, jika belum
mencapai skor 75, maka dikatakan belum tuntas. Sedangkan deskripsi kualitatif
dapat dilaporkan dalam bentuk keterangan tertulis.
Agar
mudah memahami isi laporan maka informasi atau laporan yang disampaikan kepada orang
tua atau lembaga terkait hendaknya:
Menggunakan
bahasa yang komunikatif, mudah dipahami dan menggunakan istilah-istilah yang
mudah dimengerti.
Menitik
beratkan pada hasil yang dicapai siswa.
Memberikan
perhatian siswa pada pengembangan dan pembelajaran siswa.
Berkaitan
erat dengan hasil belajar yang hendak dicapai.
Berisi
informasi tingkat pencapaian hasil belajar dalam kaitannya dengan standar yang
ditetapkan.
Menyatakan
tingkat kemampuan tingkat kemampuan yang dicapai secara jelas.
Memuat
hasil Evaluasi yang sahih dan ajeg (konsisten).
Memuat
aktivitas keagamaan yang dilakukan siswa.[32]
Pelaporan
hasil Evaluasi dapat ditujukan untuk siswa dan orang tua, sekolah, dan
masyarakat.
1.
Laporan untuk siswa dan orang tua.
Laporan yang berisi catatan siswa
diusahakan dapat memberikan informasi yang lengkap. Dalam laporan tersebut
berisi tentang catatan dengan menggunakan dua cara, yaitu lulus atau belum
lulus. Prestasi siswa yang dilaporkan guru kepada siswa dan orang tua dapat
dilihat dalam buku raport yang diisi pada setiap semester.
2.
Laporan untuk sekolah.
Laporan untuk sekolah merupakan catatan
perkembangan siswa yang ada didalamnya. Laporan ini tidak semata-mata tentang
prestasi siswa tetapi juga menyinggung problem kepribadian mereka.
3.
Laporan untuk masyarakat.
Laporan ini berkaitan dengan jumlah
lulusan sekolah. Setiap siswa yang telah lulus membawa bukti bahwa mereka
memiliki pengetahuan dan
ketrampilan tertentu. Namun pengetahuan
dan ketrampilan yang diperoleh siswa dari suatu sekolah tidaklah sama.[33]
Jadi
dengan adanya bentuk informasi hasil belajar siswa, semua pihak yang berkepentingan
dengan mudah mengidentifikasi segala permasalahan yang ada dalam kegiatan
belajar mengajar disekolah dan langkah-langkah selanjutnya yang harus diambil
dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Depag, Dirjen.
Kelembagaan Agama Islam pada Sekolah Umum, Standar Evaluasi di Kelas,
Jakarta: Depag, 2003.
Collins, Sidney
P. Introdution to Secondary Education, Chicago: Rand Menally dan Company,
1979.
Sudjana, Nana. Evaluasi
Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.
Arikunto, Suharsimi.
Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2002.
Hasan, Chalidjah.
Dimensi–dimensi Psikologi Pendidikan, Surabaya: al-Ikhlas, 1994
Balitbang. Evaluasi
Tingkat Kelas, Pedoman Bagi Guru SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK,
Depdiknas: Jakarta, 2003.
Arifin, Zaenal.
Evaluasi Instruksional, Prinsip, Teknik, Prosedur, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1991
Depdiknas. Kurikulum
2004, Standar Kompetensi PAI, Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, Jakarta:
Depdiknas, 2004
Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah Umum, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan
Evaluasi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Depdiknas, 2003. Dirjen
Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Umum Sistem Evaluasi Kurikulum 2004,
Jakarta : Depag, 2004
Sirait, Bistok.
Menyusun Tes Hasil Belajar, Semarang: IKIP,1985.
Ghofur, Abdul. Pengembangan Sistem Evaluasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi, Jakarta: Depdiknas, 2003.
Sugiarto, Implementasi Evaluasi Kurikulum 2004, Makalah
disampaikan pada Pelatihan Kurikulum Berbasis Kompetensi Guru Madrasah Aliyah
di MAN Demak Tanggal 12 Desember 2005.
Departemen Agama, Evaluasi Berbasis Kelas, (Jakarta: Depag,
2003), hlm. 93.
Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah Umum, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan
Evaluasi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Depdiknas,
2003.
[1] Depag,
Dirjen Kelembagaan Agama Islam pada Sekolah Umum, Standar Evaluasi di Kelas, (Jakarta:
Depag, 2003), hlm. 5..
[2] Sidney
P. Collins, Introdution
to Secondary Education, (Chicago: Rand Menally dan Company,
1979), hlm. 249
[3] Nana
Sudjana, Evaluasi
Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992
), hlm. 3
[7] Balitbang,
Evaluasi Tingkat
Kelas, Pedoman Bagi Guru SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK,
(Depdiknas: Jakarta2003), hlm. 59
[12] Zaenal
Arifin, Evaluasi
Instruksional, Prinsip, Teknik, Prosedur,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991 ), hlm. 11
[13] Depdiknas,
Kurikulum 2004,
Standar Kompetensi PAI, Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah,
(Jakarta: Depdiknas, 2004), hlm. 258
[15] Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah Umum, Pedoman
Khusus Pengembangan Silabus dan Evaluasi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam,
(Jakarta: Depdiknas, 2003, hlm. 24
[16] Dirjen
Kelembagaan Agama Islam, Pedoman
Umum Sistem Evaluasi Kurikulum 2004,
(Jakarta : Depag, 2004), hlm. 38.
[24]
Abdul Ghofur, et, al., Pengembangan
Sistem Evaluasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Jakarta: Depdiknas, 2003), hlm. 52.
[26] Sugiarto, Implementasi Evaluasi
Kurikulum 2004, Makalah disampaikan pada Pelatihan
Kurikulum Berbasis Kompetensi Guru Madrasah Aliyah di MAN Demak Tanggal 12
Desember 2005
[33]
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah
Umum, Pedoman
Khusus Pengembangan Silabus dan Evaluasi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam,
(Jakarta: Depdiknas, 2003), hlm. 21.