Minggu, 31 Mei 2009

Siapa Sesungguhnya Ulama Itu?

Sekarang ini masyarakat kita dengan mudah mengenal adanya MUI (Majelis Ulama Indonesia), baik di Jakarta maupun didaerah-daerah. Namun pertanyaan yang terpampang diatas tetap saja muncul dipermukaan.
Dikalangan kaum muslimin sendiri beberapa puluh tahun yang lalu hampir tidak ada pertanyaan seperti itu, karena ada kesepakatan umum tentang siapa yang disebut Ulama itu.
Mereka yang pandai dan fasih membaca al-Qur'an, pandai membaca kitab-kitb gundul (sat ini terkenal dengan istilah kitab kuning) yang menyebabkan mereka memiliki pengetahuan luas tentang ilmu-ilmu keislaman,seperti fiqih,tauhid/ushuluddin, tafsir, hadits, tasawuf dan lain sebagainya. Disamping mempunyai kualitas ilmu yang demikian sekaligus mereka mempunyai kualitas kesalehan, ketakwaan dan integritas kemasyarakatan yang diakui oleh lingkungannya. Sebutan umum bagi mereka adalah "syaikh" dan mereka lebih menonjol kesalehan dan ketakwaannya, biasa disebut dengan "wali". Disamping sebutan umum tersebut, ada pula sebutan lokal, misalnya, kiai (di jawa), anregurutta (di bugis), tuan guru (di NTB), tetapi kemudian sebutan kiai telah menjadi umum dipakai diseluruh Indonesia. Disamping itu, dikenal pula sebutan "muallim" dan "ustadz". perlu dicatat bahwa sebutan terakhir ini beredar luas sesudah sistem madrasah (sekolah) diterima kehadirannya dikalangan kaum muslimin. Sebutan "ulama" dan "syaikh", tetap mengacu kepada mereka yang berkualitas tinggi dalam hal ilmu dan perilaku kesalehan.
Patut dicatat bahwa ketika zaman penjajahan dan kaum muslimin sudah mengenal kehidupan berorganisasi moderen dan berpolitik, maka tokoh-tokoh pergerakan itu lebih senang disebut "pemimpin" dari pada syaikh atau ulama, sekalipun sejatinya dia memang ulama. Sebaiknya dengan keadaan akhir-akhir ini, kebanyakan tokoh yang bergerak dibidang organisasi agama, lembaga keagamaan, atau dibidang dakwah disebut kaia atau ulama.
Selanjutnya terjadi pula perkembangan baru di dunia Islam yang ingin mencairkan pembatasan mkna definitif tradisional dari kata 'ulama itu, dan mengarahakan nya kepada makna terbuaka yang lebih bersifat etimologis sehingga kita di Indonesia sudah bisa menyebut ulam Budha, ulama Hindu, ulam Kristen dan seterusnya.
Pantulan dari perkembangan muatam makna dalam kata "ulama" yang diutaraka diatas, sebagian sudah dapat kita lihat dalam personalia MUI dimana-mana.