A.
PENDAHULUAN
Patut disadari,
tujuan mempelajari dan mendalami sirah Nabi saw, bukanlah sebatas untuk
mengetahui serangkaian peristiwa sejarah belaka. Bukanlah pula sekadar untuk
memmetik hal-hal positif yang terkandung didalam berbagai kisah tentang kejadian
penting. Oleh karena itu, kita tak boleh sekali-kali menyejajajrkan studi sirah
nabi dengan sejarah pada umumnya. Terlebih jika menyikkapinya seperti ketika
kita mempelajari riwayat hidup seorang khalifah atau suatau babak tertentu
dalam sejarah panjang umat manusia.
Alih-alih tujuan dari studi sirah nabi yang agung adalah agar setiap muslim
dapat melihat potret agama iIslam paling jelas yang terkait dengan hidup
rasulullah saw, tetntu setelah mereka memahami sepenuhnya akan setiap prinsip
dann kaidah yang dapat diterima nalar.
Apalagi untuk mengetahui
dan memahami makna eksternal dan makna internal secara menyeluruh tentang
hadits Nabi Muhammad saw maka, tidak akan lepas dari tinjauan sejarah. Baik
sejarah turunnya hadits (asbabul wurud) terlebih lagi sejarah tentang
konstruk kehidupan sosial, ekonomi dan politik bangsa dimana Nabi
Muhammad Saw hidup berdampingan dengan umatnya. Hal ini supaya kita tidak kaku
dalam mengaplikasikan hadits dizaman ini. Tentunya jika diaplikasikan di
Indonesia yang letak geografis dan kondisi alamnya sangat berbeda jauh dengan
Jazirah Arab.
Seperti halnya
pemahaman dan pengetahuan kita tentang Al-Qur’an. Kita tidak bisa hanya
berpegang kepada tafsir saja tanpa melakukan studi sejarah turunnya ayat itu (asbab
an-nuzul) dan hanya berbekal kepada teori-teori tafsir yang telah dibukukan
oleh para ulama’ yang notabenenya juga tidak berada dalam geografis dan kondisi
alam yang sama dengan negara kita.
Hal ini sangat
berpengaruh dalam kehidupan keber-agamaan dan keberagaman identitas sosial,
budaya, bahasa, politik dan pendidikan di Indonesia. Agar supaya tidak muncul
konflik keagamaan yang berkepanjangan di akibatkan kesalahfahaman dalam
memahami dan mengaplikasikan hadits Nabi Muhammad Saw.
Dengan demikian
maka, kehidupan muslim Indonesia diharapakan menjadi contoh bagi umat Islam
dunia, dalam menciptakan agama yang demokratis, dinamis, sehingga terbentuk
negara yang baldatun thoyyibatun warobbun ghofur sebab Islam hadir
sebagai agama yang rohmatan lil-alamin[1]
bukan rohmatan lilmuslimin.
Makalah ini
mencoba untuk mengupas sedikit tentang sejarah Arab dalam hubungannya dengan
kehidupan politik dan ekonomi bangsa arab sebelum dan ketika Nabi Muhammad Saw
diutus menjadi Rasul. Sekaligus riwayat penulisan Hadis dimasa Rasul Saw.
B.
PEMBAHASAN
a)
Ekonomi Masyarakat Arab Sebelum Nabi Diutus Menjadi Rasul
Ditinjau dari
tempat tinggalnya, orang Arab terbagi dalam dua
wilayah, yaitu Arab badui (kampung) dan hadhari (perkotaan).[2] Dari
sini, nampaklah perbedaan sumber penghidupan di antara mereka. Orang Arab badui
menggantungkan sumber kehidupannya dari beternak. Mereka berpindah-pindah
menggirim ternak menuju daerah yang sedang mengalami musim hujan atau ke padang
rumput.[3]
Mereka mengonsumsi daging dan susu hasil ternaknya, membuat pakaian, kemah, dan
perabot dari wol (bulu domba) serta menjualnya jika keperluan pribadi dan
keluarganya sudah terpenuhi. Kekayaan mereka terlihat dari banyaknya hewan
ternak yang dimiliki.[4]
Adapun orang
Arab perkotaan, terbagi menjadi dua. Penduduk yang bertempat tinggal di daerah
subur seperti Yaman, Thaif, Madinah, Najd, Khaibar atau yang lainnya, mereka menggantungkan sumber
kehidupan pada pertanian. Meski begitu mayoritas mereka menggantungkan sumber
kehidupannya pada perniagaan. Terutama penduduk Mekah, mereka memiliki pusat perniagaan istimewa. Penduduk Mekah
memiliki kedudukan tersendiri dalam pandangan orang-orang Arab, yaitu mereka
penduduk negeri Haram (Mekah). Orang-orang Arab lain tidak akan mengganggu
mereka, juga tidak akan mengganggu perniagaan mereka.[5]
Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah menganugerahkan hal itu kepada mereka. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa
sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang
manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran)
mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?”
(QS. Al-Ankabut: 67)
Selain penduduk
Mekah, penduduk Yaman juga terkenal dengan perniagaan. Mereka menjadikan
perniagaan sebagai primadona dalam mencari rezeki.[6]
Kegiatan bisnis mereka tidak sebatas di darat, tetapi juga merambah melintasi
laut. Mereka berangkat ke daerah pesisir Afrika, seperti Habasyah, Sudan,
Somalia, dan negeri Afrika lainnya. Menyeberang sampai ke Hindia dan Pulau
Jawa, Sumatera, dan negeri Asia lainnya.[7]
Setelah mereka memeluk Islam, orang-orang ini memiliki peran yang sangat berarti dalam
penyebaran agama Islam di penjuru dunia.
Transportasi
yang mereka andalkan pada saat itu ialah Onta, yang dianggap sebagai perahu
padang pasir. Onta merupakan kendaraan yang menakjubkan. Onta memiliki kekuatan
yang tangguh, mampu menahan haus dan mampu menempuh perjalanan yang sangat
jauh. Onta-onta ini pergi membawa barang dagangan dari negeri lainnya, dan kemudian
kembali membawa produk negeri tempat berniaga.
Aktivitas
perdagangan ini juga dilakukan oleh kalangan bangsawan seperti: Hasyim, Abu
Thalib, Abu Lahab, Abbas, Abu Sufyan bin Harb, Abu Bakar, Zubair bin Awwam, dan
lainnya. Di antara mereka ada yang menjaul barang dagangan milik sendiri dan
ada juga yang menjualkan barang milik orang lainnya dengan mendapatkan upah
atau dengan cara bagi hasil. Begitu pula dengan Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, sebelum diangkat sebagai rasul, Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam menjualkan barang milik Khadijah.[8]
Selain
berdagang, ada juga masyarakat perkotaan yang menjadikan ternak gembalaan
sebagai sumber penghidupan, baik itu ternaknya sendiri ataupun bukan. Saat
masih kecil, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menggembala kambing, begitu juga Umar bin Khaththab, Ibnu Mas’ud dan lain
sebagainya.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala mengabadikan perjalanan dagang yang dilakukan orang-orang
Quraisy, sebagai perjalanan dagang yang sangat terkenal, yaitu perjalanan musim
dingin menuju Yaman, dan sebaliknya perjalanan dagang musim panas ke Syam.
Allah Swt berfirman:
“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu)
kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah
mereka menyembah Rabb pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan
kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.”
(QS. Quraisy: 1-4)[9]
Konsekuensi
dari arus perdagangan ini, maka orang-orang Arab zaman jahiliyah memiliki
pasar-pasar sebagai pusat perdagangan. Pusat perdagangan yang terkenal, yaitu: Ukazh,
Mijannah, dan Zul Majaz. Di antara tiga pasar ini, yang paling
besar dan paling banyak pengunjungnya ialah Ukazh. Pasar ini dikunjungi
orang-orang Arab dari berbagai daerah di seluruh Arab. Pengunjung terbanyak
berasal dari Qabilah (suku) Mudhar, karena memang pasar ini terletak di
daerah mereka.[10]
Pusat
perdagangan ini bukan hanya sebagai tempat transaksi perdagangan, tetapi juga
menjadi pusat pertemuan para pakar sastra, syair, dan para orator. Mereka
berkumpul untuk saling menguji. Sehingga, sebagaimana pertumbuhan kota-kota
modern saat ini, maka konsep pasar pada masa jahiliyah tersebut tidak sekedar
sebagai pusat perbelanjaan, tetapi juga menjadi pusat peradaban, kekayaan
bahasa dan transaksi-transaksi global.[11]
Karena pusat
perdagangan ini semuanya terletak di wilayah Mekah dan sekitarnya, maka ini
berarti kesempatan bagi orang-orang Quraisy mengolaborasi bahasa mereka dengan
bahasa Arab dari kabilah-kabilah lainnya. Peran bangsa Arab semakin penting
dalam percaturan ekonomi, setelah Nabi Muhammad Saw mengembangkan agama Islam sebab,
memang kota Mekkah dan sekitarnya adalah jalur perdagangan.[12]
b)
Ekonomi Masyarakat Arab Sesudah Nabi Diutus Menjadi Rasul
Kondisi
perekonomian masyarakat Arab khususnya di kota Makkah setelah Muhammad saw
diangkat menjadi Rasul sebenarnya tidak ada perubahan yang signifikan. Mereka tetap
melakukan praktik-praktik ribawi dan kecurangan-kecurangan yang lain.
Namun yang
patut diteropong adalah perekonomian masyarakat muslim dimasa Nabi diutus
menjadi Rasul ketika masih berada di Mekkah, ternyata mendapatkan hambatan yang
luar biasa. Ketika umat Islam oleh kaum Quraisy di boikot habis-habisan dalam
sisi ekonomi ditambah lagi dengan munculnya perjanjian Hudaibiyah yang
memojokkan umat Islam.[13] Tapi
meskipun isi perjanjian banyak yang merugikan Nabi Muhammad saw tetap menerima
dengan lapang dada. Lalu beliau hijrah ke Madinah maka, disinilah perekonomian umat
Islam mulai berubah sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an.[14]
Sehingga, selain Madinah merupakan tempat perekonomian yang startegis terlebih
lagi dihapuskannya praktik-praktik ribawi maka perekonomian masyarakat Madinah menjadi
lebih mapan.[15]
Begitulah
gambaran sepintas kondisi perekonomian orang-orang Arab Jahiliyah dan
perkembangannya sebelum dan ketika Islam datang menjadi agama mereka,
pasar-pasar ini masih berjalan beberapa saat, yang kemudian ditinggalkan.
Begitu juga Islam datang menghapuskan transaksi riba, karena riba hanya merusak
tatanan perekonomian masyarakat.
c)
Peta Politik Masa Sebelum Nabi diutus menjadi
Rasul Saw
Para penguasa
jazirah tatakala terbitnya matahari Islam, bisa dibagi menjadi dua bagian:
a.
Raja-raja yang mempunyai mahkota, tetapi pada hakikatnya mereka
tidak bisa merdeka dan berdiri sendiri.
b.
Para pemimpin dan pemuka kabilah atau suku, yang memiliki kekuasaan
dan hak-hak istimewa seperti kekuasaan para raja. Mayoritas di anatar mereka
memiliki kebebasan tersendiri. Bahkan boleh jadi sebagian diantara mereka
subkordinasi layaknya seorang raja yang mengenakan mahkota.[16]
Pada masyarakat Arab pra Islam sudah banyak ditemukan tata cara pengaturan
dalam aktivitas kehidupan sosial yang dapat dibagi pada beberapa sistem-sistem
yang ada di masyarakat, salah satunya adalah sistem politik “balas dendam”.[17]
Sebelum kelahiran Islam, ada tiga kekuatan politik besar yang perlu dicatat
dalam hubungannya dengan Arab; yaitu kekaisaran Nasrani Byzantium, kekaisaran
Persia yang memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang berkuasa di Arab
bagian selatan.[18] Setidaknya
ada dua hal yang bisa dianggap turut mempengaruhi kondisi politik jazirah Arab,
yaitu interaksi dunia Arab dengan dua adi kuasa saat itu, yaitu kekaisaran
Byzantium dan Persia serta persaingan antara yahudi, beragam sekte dalam agama
Nasrani dan para pengikut Zoroaster.[19]
Pada masa sebelum Islam yang diajarkan disebar luaskan ke bangsa Arab oleh
Rasulullah Saw, orang arab sering kali terjadi peperangan antar suku di
antaranya dikenal dengan perang Fujjar karena terjadi beberapa kali antar suku,
yang pertama perang antara suku Kinanah dan Hawazan, kemuadian Quraisy dan
Hawazan serta Kinanah dan Hawazan lagi. Dan peperangan ini terjadi 15 tahun
sebelum Rasul diutus.[20]
Dalam masyarakat Arab terdapat organisasi klan (kabilah)
sebagai intinya dan anggota dari satu klan merupakan geneologi (pertalian
darah). Pemerintah di kalangan bangsa Arab sebelum Islam, menurut para ahli
sejarah dimulai oleh golongan Arab Ba'idah.[21]
Pada periode pertama dikenal ada kerajaan Aad di daerah Ahkaf al Romel yang
terletak antara Oman dan Yaman, kaum Aad juga pernah mendirikan kerajaan antara
Makkah dan Yastrib. Kemudian juga dikenal kerajaan dari kaum Tsamud mendiami
daerah hijir dan wadi al-Kurro, antara Hijaz dan Syiria. Kemudian dikenal juga
kerajaan dari kaum Amaliqah di Arab Timur, Oman Hijaz mereka juga ke Mesir dan
Syiria. Pada periode Kedua yaitu pada masa Arab Aribah atau Bani Qhathan yang
terkenal dengan kerajaan Madiniyah, kerajaan Sabaiyah dan kerajaan Himyariah.[22]
Bagian dari daerah Arab yang sama sekali tidak pernah dijajah oleh bangsa
lain adalah Hijaz. Kota terpenting di daerah ini adalah Mekkah, kota suci
tempat ka'bah. Ka'bah pada masa itu bukan saja disucikan dan dikunjungi oleh
penganut-penganut bangsa asli Makkah, tetapi juga orang-orang Yahudi
yang bermukim di sekitarnya.[23]
Untuk mengamankan para peziarah yang datang ke kota Makkah diadakan
pemerintahan yang pada mulanya berada di tangan dua suku yang berkuasa yaitu
suku Jurhum dan Ismail sebagai pemegang kekuasaan ka'bah.
Kekuasaan politik kemudian berpindah ke suku Khuza'ah dan akhirnya ke
suku Quraisy di bawah pimpinan Qushai. Suku Quraisy ini
kemudian yang memegang dan mengatur politik dan juga urusan urusan yang
berkenaan dengan ka'abah. Ada sepuluh (10) jabatan tinggi yang dibagikan kepada
kabilah dari suku Quraisy yaitu : Hijabah (penjara kunci ka’bah), Siqayah
(penjara air mata Zam zam), Diyat (Kekuasaan hakim sipil dan criminal), Sifarah
(kuasa usaha Negara atau duta), Liwa (jabatan ketentaraan), Rifadah
(pengurus pajak bagi fakir miskin), Nadwah (jabatan ketua dewan), Khaimman
(pengurus balai musyawarah), Khazinah (jabatan administrasi keuangan), Azlim
(penjaga panah peramal) untuk mengetahui pendapat para dewa-dewa.[24]
d)
Peta Politik Masa Nabi Saw Menjadi Rasul
Alangkah
besarnya perkembangan yang terjadi di negeri-negeri arab selama lima belas
tahun setelah pembebasan kota Mekkah.[25]
Meskipun pada awal Nabi masih di Mekkah dalam kancah politik dan ekonomi umat Islam
di boikot oleh kaum Quraisy.[26] Hijrah Rasullullah Saw, menjadi tanda
berdirinya Dar Al-Islam pertama dimuka bumi. Disamping itu, hijrah juga
menjadi maklumat bagi umat manusia bahwa daulah Islamiyah telah berdiri dibawah
kepemimpinan langsung baginda Rasulullah Saw.
Oleh sebab
itulah tindakan pertama yang dilakukan Rasulullah Saw. adalah meletakkan
dasar-dasar paling utama bagi negara baru ini. Dasar-dasar tersebut lalu
mengejawantah dalam tiga tindakan utama yang diambil Rasulullah Saw sebagai
berikut:
Pertama, Pembangunan Masjid.[27]
Tidak mengherankan, karena pendirian masjid merupakan tindakan terpenting dalam
proses pembangunan masyarakat Islam . sebab maysrakat Islam yang kuat harus
berpegang pada aturan akidah dan prinsip-prinsip moral Islam, yang kesemua itu
berhulu pada potensi spiritual masjid.
Kedua, mengikat tali
persaudaraan antarmuslim, khususnya antara Muhajirin dan Anshar.[28] Negara
manapun yang ada di muka bumi tidak mungkin akan berdiri tegak kecuali di atas
persatuan dan kesatuan warganya.
Persatuan dan kesatuan itu tidakk akan terwujud jika tidak ada ikatan
talu persaudaraan dan rasa kasih saying yng sangat kuat.
Rasulullah Saw,
menjadikan nilai persaudaraan yang beliau sematkan dikalangan muhajirin dan
anshar sebagai landasan bagi penerapan prinsip-prinsip keadilan sosial, untuk
diterapkan dalam sebuah masyarakat yang diakui sebagai salah satu masyarakat
yang paling teratur yang pernah ada dimuka bumi.
Ketiga, menyusun
undang-undang dasar yang mengatur kehidupan umat Islam, sekaligus mempertegas
hubungan mereka dengan non Muslim, khususnya dengan kelompok Yahudi.[29]
Piagam madinah mengandung beberapa poin penting yang berhubungan dengan
berbagai hukum dan aturan bagi sebuah masyarakat Islam, berikut ringkasannya:
1.
Tampaknya, satu-satunya istilah modern yang paling dekat untuk
mendefinisikan piagam madinah adalah undang-undang (dustur). Sebab,
piagam madinah menyerupai undang. Isi piagam ini mencakup hampir semua elemen
yang biasanya terkandung didalam undang-undang modern.
2.
Piagam Madinah mencerminkan keadilan dan di representasikan sikap
rasulullah saw terhadap kaum yahudi. Sebenarnya piagam madinah dapat membuahkan
hasil yang manis bagi kedua pihak, muslimin dan yahudi, andaikata kaum yahudi
berhenti melakukan kebiasaan lamanya berbuat makar, konspirasi, dan tipu
muslihat.
3.
Piagam Madinah menunjukkan beberapa aspek hukum yang terdapat
didalam ajaran Islam antara lain: Pertama; klausul pertama Piagam
Madinah[30]
membutikan bahwa Islam adalah satu-satunya “alat” yang dapat menyatukan umat Islam.
Kedua, klausul kedua dan ketiga[31]
menunjukkan bahwa salah satu faktor terpenting dalam terbentuknya masyarakat Islam
adalah penanaman makna persatuan dan gotong royong dengan sebaik-baiknya. Ketiga,
klausul ketujuh Piagam Madinah[32]
menunjukkan arti sesungguhnya dari prinsip kesetaraan antar sesama muslim. Keempat,
klausul kedua belas piagam madinah[33]
menunjukka kepada kita bahwa hukum yang adil merupakan satu-satunya jalan bagi
umat Islam untuk menyelesaikan pertikaian, perselisihan dan berbagai perkara
yang terjadi diantara mereka.
e)
Penulisan Hadis Ketika Nabi Muhammad di Utus Menjadi Rasul Saw
Setidaknya ada
dua aliran dalam menyoroti kodifikasi hadis, yaitu: (1) mereka yang meyakini
kodifikasi hadis sebagai produk abad kedua hijriyah yang prosesnya baru dimulai
sejak Al-Zuhri melaksanakan tugas berdasarkan surat perintah khalifah Umar
Ibn’ Abdul Aziz; dan (2) mereka yang memandang bahwa kodifikasi hadis sudah
berproses sejak masa Nabi Saw hingga hadis dibukukan dalam kitab-kitab hadis.[34]
Menurut analisa
Quraish Shihab, dari kedua aliran ini yang dapat dibenarkan adalah pendapat
aliran yang kedua. Terbukti ditemukannya beberapa naskah hadis seperti:
a)
Al-Shahifah Al-Shahihah (Shahifah Humam) yang berisikan hadis-hadis Abu Hurarirah yang ditulis langsung
oleh muuridnya Humam Bin Munabbih. Naskah ini ditemukan oleh Prof. Dr.
Hamidullah dalam bentuk manuskrip, masing-masing di Berlin (Jerman) dan
Damaskus (Syiria).
b)
Al-Shahifah Al-Shadiqah, yang ditulis langsung oleh
sahabat ‘abdullah bin ‘ash---seorang sahabat yang oleh Abu Hurairah, dinilai
banyak mengetahui hadis---sahabat yang mendapat izin langsung untuk menulis apa
saja yang didengar dari Rasul, baik saat Nabi ridha maupun marah.
c)
Shahifah Sumarah Ibn Jundub, yang beredar dikalangn ulama yang—oleh Ibn Sirin—dinilai banyak
mengandung ilmu pengetahuan.
d)
Shahifah Jabir Bin ‘Abdullah, seorang sahabat yang, antara lain mencatat masalah-masalah ibadah
haji dan khutbah Rasul yang disampaikan pada Haji Wada’, dan lain-lain.
Dari
naskah-naskah ini terbukti bahwa kodifikasi hadis Nabi Muhammad Saw, telah
ditulis atas prakarsa para Sahabat dan Tabi’in jauh sebelum penulisannya
yang secara resmi diperintahkan oleh Umar Bni Abdul Aziz.[35]
Rupanya Syekh
Al-A’zhami juga mendukung pandangan kedua ini, dan berhasil menemukan daftar jumlah sahabat
yang menulis naskah-naskah hadis dan bahkan berhasil meneliti hadis dan
sekaligus sejarah kodifikasinya. Secara abjadi, nama-nama itu dimulai dari Aban
Bin Sa’id Bin Al-Ash hingga Yazid Bin Abi Sufyan, yang berjumlah 61
orang pebulis. Bahkan dalam disertasinya, kelengkapan nama-nama mereka yang
punya catatan naskah hadis itu tidak kurang dari 450 orang.[36]
C.
KESIMPULAN
Dari
penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa aktitivitas ekonomi bangsa Arab pra-Islam
telah menjadi pusat dunia atau sebagai World Trade Center, baik di
bagian selatan jazirah Arab (Yaman) yang dikelola oleh kerajaan Saba’ dan
pemerintah Himyar dengan sektor pertanian yang dominan karena memiliki tanah
yang subur dan didukung dengan adanya bendungan raksasa Maarib, maupun di
bagian utara Arab, Hijaz (Makkah) yang dipengaruhi oleh pihak luar seperti
Persia dan Romawi, dengan sektor perdagangan yang terunggul, karena memang
wilayahnya tandus dan gersang, tapi letak geografisnya strategis sebagai tempat
persinggahan para kafilah.
Adapun
karakteristik perekonomian masa Rasulullah adalah sosialis-religius yang
menekankan partisipasi kerja kooperatif yang diberlakukan bagi kaum
Muhajirin dan Anshar yang menyebabkan meningkatnya distribusi pendapatan dan
kesejahteraan. Dari sinilah terlihat konsep demokrasi ekonomi Rasulullah yang
tidak harus diartikan sebagai berlakunya prinsip equal treatment (perlakuan
sama), karena menurut Rasulullah orang yang tidak berpunya perlu memperoleh
pemihakan dan bantuan yang berbeda (partial treatment). Pada prinsipnya
Rasulullah sangat mengutamakan tercapainya kesejahteraan bersama.
Kondisi Politik
bangsa Arab sebelum Islam, hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri
sendiri-sendiri. Satu sama lain acap kali saling bermusuhan. Mereka tidak
mengenal rasa ikatan nasional, asas eksistensi politiknya adalah Kesatuan
Fanatisme. Persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin mereka memakai
sistem keturunan paman.
Ketika Nabi
Muhammad telah diangkat menjadi Rasul, maka peta perpolitikan, sedikit demi
sedikit berubah hingga pada akhirnya Islam meneumkan titik baru perpolitikan di
tatkala Nabi Muhammad Saw berada di Yathrib. Beliau melakukan politik
kesepakatan dengan orang-orang Yahudi dan perjanjian ini dikenal dengan sebutan
Piagam Madinah. Piagam madinah ini merupakan kontribusi besar dalam
sejarah kemanusiaan, yang selalu menjadi kerangka acuan bagi negara muslim
hingga kini.
Kodifikasi
Hadis telah dilakukan sejak Masa Rasulullah Saw, bukan dimulai dari masa Khalifah
Umar Bin Abdul Aziz pada abad ke Dua Hijriyah dengan ditemukannya bukti-bukti
naskah hadis dan jumlah penulisnya sebanyak 61 sampai dengan 450 penulis.
DAFTAR
PUSTAKA
Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta :
Logos 1997.
Ridha, Muhammad,
Tarikh al-Insaniyah wa Abtaluha, Terjemah, Beirut : Dar al-Kutub
al-Ilmiyah, 1987.
Al-Mubarakfury,
Syaikh Syaifu-rrohman, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Pustaka Kautsar, 2007.
TIM Kalimasada, Kearifan Syariat, Surabaya: Khalista, 2009.
Haekal,
Muhammad Husain, Sejarah Hidup Nabi Muhammad, Jakarta: Tintamas
Indonesia, 1992.
Tim Sejarah
2010 Madrasah Hidayatul Mubtadi’ien Lirboyo, Lentera Kegelapan, Kediri:
Pustaka Gerbang Lama, 2010.
Dewan Redaksi, Syaamil
Al-Qur’an Miracle The Reference, Bandung: Sigma Publisher, 2011.
Dewan Redaksi, Insklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2005.
Al-Hadad, Habib
Alwi Bin Thahir, Madkhal Ila Tarikh Fi Al-Syarq Al-Aqsha, (terjemah: Sejarah
Masuknya Islam Ditimur Jauh, penerjemah ali yahya), Jakarta: lentera, 2001.
Al-Habib,
Muhammad Lutfi Bin Yahya, Secercah Tinta, Pekalongan: Menara
Publisher, 2012.
Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah,
2010.
Al-Buty, Fikih Sirah, Jakarta Selatan: Hikmah, 2009.
Soebahar,
Erfan, Aktualisasi Hadis Nabi Di Era Teknologi Informasi, Semarang:
RaSAIL Media Group, 2010.
Shihab,
Quraish, Membumikan Al-Qur’an Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, Bandung: Mizan, 2007.
[1] Sebenarnya yang rahmatan lil’alamin bukan Islamya tetapi
yang rahmatan lil’alamin adalah Nabi Muhammad saw. Sehingga diharapakn
kita bisa merubah kebiasaan, tidak lagi menyebut Islam rohmatan lil’alamin.
[3]
Forum Kalimasada, Kearifan Syariat, h.38. .
[4]
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, h. 14.
[5]
Ibid, h. 15.
[6] Tim
Kalimasada, Kearifan Syariat, h. 38.
[7]
Ibid, h. 7.
[8]
Forum Kalimasada, Lentera , h. 80.
[9]
Dewan redaksi, Miracle The Reference, h. 1201.
[10] Tim
Kalimasada, Kearifan Syariat, h. 39.
[11]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, h. 45.
[13] Embargo ini berlangsung selama 3 tahun dimulai dari bulan Muharram
tahun ketujuh kenabian sampai tahun kesepuluh. Riwayat lain mengkatakan embargo
ini hanya dua tahun.
[16]
Syaikh Syafiyurrahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, h. 9.
[19] Haekal, Sejarah Hiudp Muhammad, h. 13.
[21]
Lebih lengkap baca Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah, h. 9
[22]
Ibid, 10-13.
[23]
Ibid, h. 20.
[24]
Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, h. 31.
[27]
Al-Buty, Fiqih Sirah, h. 222
[28] Ibid, h. 222
[29] Ibid, h, 222
[30] Bunyi klausul pertama kaum muslimin dari kalangan Quraisy dan
Yastrib, juga siapapun yang mengikuti dan berjihad bersama mereka adalah satu
umat.
[31] Kalusul ke dua berbunyi, semua muslim meskipun berbeda suku
sama-sama harus membayar ‘aql (sejumlah uang tebusan yang harus dibayarkan
karena yang bersangkutan melakukan pembunuhan atau melukai orang lain) dan
menebus para tawanan mereka dengan cara yang makruf dan adil diantara kalangan
orang-orang mukmin. Bunyi klausul ketiga, sesungguhnya orang-orang mukmin tidak
meninggalkan (mengabaikan) seseorang yang menanggung hutang diantara mereka
untuk memberinya uang tebusan atau ‘aql.
[32] Klausul ke tujuh berbunyi, dzimmah allah (orang-orang yang
dijamin keselamatannya) adalah satu. Dia melindungi mukmin yang lemah. Dan,
orang mukmin adalah wali bagi mukmin yang lain, dihadapan seluruh umat manusia.
[33] Klausul ke dua belas, jika diantara orang-orang yang mengakui
perjanjian ini terjadi perselisihan yang dikhawatirkan menimbulkan kerusakan,
maka perkara itu dikembalikan kepada allah dan kepada Muhammad Rasulullah Saw.
Selengkapanya baca Fikih Sirah Al-Buty 237-244.
[36]
Erfan Soebahar mengutip dari Muhammad Musthafa Al-A’zami, Kuttab al-Nabi
Shallahu ‘Alaihi Wa Sallam, Beirut Al-Maktab Al-Islami, 1401/1981
dan Al-‘Azhami, op. cit. (Studies).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar